Kaligrafi Kontemporer
Kaligrafi
kontemporer adalah istilah atau sebutan untuk sebuah karya yang
“memberontak” atau “menyimpang” dari rumus-rumus dasar kaligrafi, yang
merupakan bentuk manifestasi gagasan dalam wujud visual. Secara estetika
kaligrafi kontemporer mengacu kepada kaidah penciptaan seni rupa
kontemporer secara umum dan secara etika bersumber kepada Al-Qur’an dan
Al-Hadits, yang membawa muatan artistik-apresiatif yang berfungsi sebagai tontonan (media apresiasi), di sisi lain mengandung muatan etik-religius yang berfungsi sebagai tuntunan (media dakwah).
Sering
diistilahkan adanya jenis kaligrafi “murni” dan “lukisan” kaligrafi.
Pertama, dimaksudkan sebagai kaligrafi yang mengikuti pola-pola kaidah
yang sudah ditentukan dengan ketat, yakni bentuk yang tetap berpegang
pada rumus-rumus dasar kaligrafi (khath)
yang baku. Penyimpangan, ataupun percampuradukan satu dengan lainnya
dipandang sebagai kesalahan, karena dasarnya tidak sesuai dengan
rumus-rumus yang sudah ditetapkan. Sedang yang kedua, adalah model
kaligrafi yang digoreskan pada hasil karya lukis, atau coretan kaligrafi
yang “dilukis-lukis” sedemikian rupa –biasanya dengan kombinasi warna
beragam, bebas dan (umumnya) tanpa mau terikat dengan rumus-rumus baku
yang sudah ditentukan. Model inilah yang digolongkan ke dalam aliran
kaligrafi Kontemporer.
Segala
aspek yang terkait dengan perkembangan seni kaligrafi, kiranya dapat
dipahami dengan pemikiran yang lebih umum tentang kebudayaan Islam. Teori tentang kebudayaan Islam
secara umum juga dapat disebut dengan teori evolusi. Secara hipotesis
dapat dikatakan bahwa kebudayaan Islam berkembang dari bentuk-bentuk
yang sangat sederhana menjadi semakin kompleks; dari sebuah aturan
lama yang telah dibakukan menuju pada usaha “pemberontakan” dan
akhirnya tercipta sebuah aturan baru. Teori evolusi berlaku dalam bidang
tata-aturan hidup masyarakat dalam berkesenian karena tata-aturan ini
diturunkan sesuai dengan tingkat perkembangan dan keperluan masyarakat
yang senantiasa berevolusi. Dalam banyak segi, membicarakan masalah
kebudayaan berarti akan mempermasalahkan hal-hal yang berkaitan dengan
kehidupan manusiabaik sebagai manusia
pribadi maupun manusia yang hidup berkelompok. Kita menyadari bahwa
manusia sebagai makhluk Tuhan adalah merupakan kelompok makhluk yang
memiliki kemampuan dalam hal berfikir, berkehendak dan berkemauan maupun
cita-cita yang tiada batasnya. Ia yang selalu bercita-cita dengan
dibarengi usaha untuk mendapatkan apa-apa yang menjadi kebutuhan
hidupnya. Dapat disebut bahwa manusia itu adalah makhluk yang mempunyai
aktifitas dan kreatifitas tinggi dalam usaha memenuhi segala keperluan
dan kebutuhan hidupnya. Semua kemampuan ini adalah merupakan ungkapan
yang terjelma dari budi dan daya manusia.
Dalam kajian keislaman, selalu saja kita terbentur pada sebuah jalan buntu ketika memasuki wilayah kajian seni Islam.
Kebuntuan tersebut muncul dari ambivalensi sikap kaum muslim sendiri
dalam menangani persoalan dunia seni. Di satu sisi, sebagian besar
orang Islam, dapat dipastikan, akan mengatan bahwa Islam sama sekali tidak bertentangan, apalagi melarang seni. Dengan penuh semangat mereka akan menunjukkan berbagai “dalil” baik Aqliyah: bahwa Al-Qur’an sendiri mengandung nilai artistik, historis: bahwa hingga kini tilawah Al-Qur’an dan khath atau kaligrafi tersebar luas, maupun naqliyah: semacam Hadis yang mengatakan bahwa ‘Allah itu Indah dan menyukai keindahan’.
Kaligrafi Islam kontemporer merupakan “pemberontakan” atas kaidah-kaidah murni kaligrafi klasik.
Perkembangannya sangat pesat menjejali aneka media dalam bentuk-bentuk
kategori. Mazhab tersebut berusaha lepas dari kelaziman khath atau kaligrafi murni yang banyak dipegang para khathath di banyak pesantren dan perguruan Islam, seperti Naskhi, Tsuluts, Farisi ,Diwani Diwani Jali, Kufi, dan Riq’ah.
Di
antara ciri-ciri “pelanggaran” yang menunjuk pada bukti kebebasan
kreatif yang menghasilkan gaya berbeda ini dapat disimpulkan dari
kemungkinan-kemungkinan berikut:
- Sepenuhnya berdiri sendiri sebagai suguhan khas pelukisnya, dengan mengabaikan sama sekali bentuk anatomi huruf khath murni. Bentuk ini merupakan eksplorasi teknik dan kebebasan ekspresi penuh sang pelukis.
- Merupakan kombinasi antara hasil imajinasi pelukis dengan gaya murni yang populer. Pada bagain ini , karya kontemporer masih mewarisi bentuk tradisionalnya.
Gaya
kontemporer juga lebih mengarah kepada kecenderungan tema, yakni karya
dua dimensi atau tiga dimensi yang menghadirkan unsur kaligrafi “secara
mandiri” dan dilatari unsur lain dalam kesatuan estetik dengan
penampilan sebagai gaya ungkapan, media, dan teknik. Wujud nyata alam
pada karya-karya dihadirkan melauli penggambaran nyata berupa
pemandangan, benda-benda, dan peristiwa.
Ciri
tertentu dari gaya kaligrafi yang baru ini berbeda dari satu daerah ke
daerah lain, tetapi tidak nampak perbedaan yang menonjol dari satu
wilayah dalam mengembangkan seni Islam
kuno tersebut. Bukan berati bahwa hasil karya para kaligrafer dewasa
ini tidak memperlihatakan keragaman corak. Keragaman corak itu ada,
tetapi keragaman corak itu lebih didasarkan pada variasi adaptif
pengaruh dari dunia non-Islam bukan dari ciri nasional. Kalaupun harus ditetapkan kategori atas kecendrungan kaligrafi kontemporer di dunia Islam,
kebanyakan gaya baru itu akan terbagi menjadi kategori-kategori
berikut: Tradisional, Figural, Ekspresionis, Simbolik, dan Abstrak.
1. Kaligrafi Tradisional
Tipe
ini dihasilkan oleh para kaligrafer kontemporer muslim dalam berbagai
gaya dan tulisan yang telah dikenal generasi kaligrafer terdahulu.
Pemakaian kata “tradisional” menunjukan kesenian dengan tradisi khath
masa lalu. Pesan-pesan yang lebih ditekankan pada pengaturan yang indah
dari huruf-huruf ketimbang menapilkan lukisan kaligrafi dalam bentuk
pigura alam. Meskipun demikian, terdapat juga kaligrafer tradisional
yang melukis kaligrafi dalam pola dedaunan atau motif-motif bunga dan
pola-pola geometris. Namun, efek keseluruhan karya kontemporer para
kaligrafer tradisional adalah abstrak.
2. Kaligrafi Figural
Kaligrafi
kontemporer disebut sebagai “figural” karena ia menggambungkan
motif-motif figural dengan unsur-unsur kaligrafi melalui berbagai cara
dan gaya. Unsur-unsur figural lazimnya terbatas pada motif-motif daun
atau bunga yang dilukiskan agar lebih sesuai dengan sifat abstrak
kaligrafi Islam. Figur-figur manusia atau binatang biasanya jarang
ditemukan dalam naskah-naskah al-Qur’an yang ditulis secara kaligrafis,
dalam dekorasi masjid atau madrasah. Tipe terakhir ini lebih banyak
digunakan pada perkakas rumah tangga. Dalam tipe figural, sering terjadi
“peleburan” huruf dalam seni lukis masa lalu dan kontemporer. Dalam
desain seperti ini, huruf-huruf diperpanjang atau diperpendek, melebar
dan menyelip, atau diperinci dengan perluasan lingkaran, tanda-tanda
tambahan dan sisipan lain yang dibuat agar sesuai dengan non-kaligrafis,
geometris, floral, fauna, atau sosok manusia.
3. Kaligrafi Ekspresionis
Kaligrafi
ekspresionis merupakan tipe ketiga seni kaligrafi kontemporer di dumia
Islam kini. Gaya ini berhubungan dengan perkembangan utama dalam
estetika Barat. Meskipun para kaligrafer ekspresionis menggunakan
“Perbendaharaan Kata” warisan artistik Islam, mereka jauh berpindah dari
contoh “Grammar” kaligrafi asli yang sudah baku. Dalam kaligrafi
ekspresionis, perlu diusahakan penyampaian pesan emosional, visual, dan
respon pribadi terhadap objek-objek, orang-orang atau peristiwa yang
digambarkan.
4. Kaligrafi Simbolis
Kategori keempat kaligrafi Islam
kontemporer termasuk apa yang disebut kaligrafi “Simbolis” dengan
memaksakan “penyatuan melalui kombinasi makna-makna”, peranan
huruf-huruf sebagai penyampaian pesan dinaifkan. Bukti dari akulturasi
semacam ini sangat kentara dalam desain-desain kaligrafi kontemporer
yang menggunakan huruf atau kata Arab tertentu sebagai simbol suatu
gagasan atau ide-ide yang kompleks. Misalnya huruf sin diasosiasikan dengan sayf (pedang) atau sikkin
(pisau) yang lazimnya disandingkan bersama penggambaran objek-objek
asosiasi untuk menyampaikan “pesan-pesan khususnya”. Bagi sebagian
kalangan, hampir semua huruf bisa dipahami secara simbolik, meskipun
tidak disetujui sebagian yang lain.
5. Kaligarafi Abstrak
Gaya
kelima kaligrafi Islam kontemporer ini dijuluki “khat palsu” atau “khat
kabur mutlak“ karena menunjukkan corak-corak seni yang menyamai
huruf-huruf atau perkataan-perkataan tetapi tidak mengandung makna
apapun yang dapat dikaitkan dengannya. Dengan menafikan makna lingustik,
huruf-huruf itu hanya menjadi unsur sesuatu corak dan untuk
“tujuan-tujuan” seni semata. Melalui penggunaan unsur-unsur abjad yang
berubah-ubah itu, ahli-ahli kaligrafi abstrak menggunakan huruf-huruf
sebagi corak, tidak sebagai unsur-unsur suatu pesan.
Keragaman
corak dari beberapa kategori tersebut di atas, sama-sama ingin
menghadirkan (menciptakan) sebuah karya seni sebagai wujud dari ekspresi
estetika dan etika islami seorang seniman. Perbedaan yang sangat
menonjol hanya terletak pada karakteristik yang berusaha ditampilkan dan
media yang digunakan oleh masing-masing seniman sebagai perupayat (pelukis kaligrafi).
Seni rupa kontemporer Islam
yang berkembang di Indonesia – termasuk di dalamnya seni lukis
kaligrafi– memang membuat masyarakat terkejut dan menimbulkan berbagai
pandangan di kalangan seniman muslim, karena kehadirannya yang tiba-tiba
populer di tahun ’70-an. Padahal ia tidak muncul begitu saja, melainkan
melalui pergumulan ide yang panjang, hingga tumbuh subur di kalangan
seniman kita beberapa waktu terakhir ini, terutama sejak diadakannya
pameran Seni Kaligrafi Islam pada MTQ XI di Semarang (1979) dan pameran pada Muktamar Media Masa Islam se-Dunia I di Balai Sidang Senayan Jakarta (1-3 September 1980).
Pelopor
mazhab ini adalah Ahmad Sadali dan A.D. Pirous (Bandung) diikuti oleh
Amri Yahya (Yogyakarta) dan Amang Rahman (Surabaya). Ajaran-ajaran
mereka dengan cepat menyebar dan diikuti para pelukis di kampus-kampus
seni rupa. Di Yogyakarta, “generasi kedua” sesudah mereka antara lain,
Syaiful Adnan, Hatta Hambali, Hendra Buana, Yetmon Amier, dan lain-lain
dengan aneka teknik dan gayanya masing-masing.
Sumber : http://www.islamkaligrafi.com
Tag : Kaligrafi Kontemporer
Komentar
Posting Komentar